RITUS Tapa Brata Yoga semadi merupakan ritus dari nengetin setra, ngelinggihin aksara di angga sarira untuk mendapatkan penugrahan dari Sanghyang Aji Saraswati. Ritusnya dimulai pada saat Kajeng Kliwon Pemelastali atau disebut juga Watugunung Runtuh.
Kenapa kita harus melakukan Tapa Brata Yoga Semadi pada saat Wuku Watugunung? Tuturnya sudah jelas disebutkan dalam Lontar Medang Kemulan.
Dalam lontar ini dikisahkan bahwa Watugunung adalah orang yang sakti namun tidak memiliki kepintaran dan menjadi orang yang angkuh dan sombong sehingga Dewa Wisnu turun ke dunia untuk mengalahkannya.
Pamelas artinya melepaskan, dan tali memiliki arti sarana mengikat. Jadi, Pamelastali memiliki makna melepaskan ikatan. Ikatan apa yang dilepas? Yaitu ikatan kebodohan dan sifat buruk dari Watugunung.
Dengan membaca dan memahami isi Lontar Medang Kemulan kita akan mengerti esensi dari cerita tersebut dan kenapa Watugunung dikalahkan (dibunuh) oleh Dewa Wisnu dalam perwujudan sebagai kura-kura. Hal inilah yang menjadi awal dari proses ritus Saraswati yang diyakini sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan yang mampu memerangi kebodohan.
Bagaimana Ritus Tapa Brata Yoga Semadi dalam Tutur Watugunung Runtuh?
Ritus Tapa Brata Yoga Semadi dimulai dari Kajeng Kliwon Pemelastali pada saat Watugunung dikalahkan dalam peperangan dengan Dewa Wisnu dalam wujud sebagai kura-kura. Hari ini disebut Watugunung Runtuh, artinya mulai hari Minggu sampai hari Selasa melakukan ritus yang tujuannya untuk mengalahkan (mematikan) ego sehingga kita bisa menjadi eling dan waspada.
Dalam tutur tersebut di atas selama tiga hari yang disebut dengan Watugunung Runtuh, Candung Watang, dan Paid-paidan fokus dalam ritusnya adalah pada pendalaman (membuat pondasi aksara) ke dalam diri sendiri. Dalam hal ini lebih penekananya pada tapa brata dan membersihkan pondasi aksara di bhuana alit serta membentengi diri dari pengaruh negatif dari internal maupun dari eksternal.
Hari Rabu sampai dengan hari Jumat pada Wuku Watugunung ini adalah proses belajar mulai dari ngurip aksara di angga sarira sampai aksara di angga sarira bisa dibuktikan dengan melakukan kontemplasi. Di mana dalam cerita tersebut di atas disebut dengan Buda Urip (Rabu), Penetegan (Kamis), dan Pengredana (Jumat) yang merupakan proses pembelajaran dari Bhagawan Buda, Bhagawan Wraspati, dan Bhagawan Sukra, sehingga penekanannya pada saat ini pada Yoga Semadi.
Selanjutnya adalah ritus Panugrahan Sanghyang Aji Saraswati dengan melakukan natab banten Saraswati (nunas aksara cecek) sekaligus nyimpen brata. Dan terakhir adalah ngelebar Tapa Brata Yoga Semadi pada saat Banyu Pinaruh dengan ritusnya melakukan pengelukatan selanjutnya nunas nasi pradnyan dan bungkak nyuh gading.
Bagaimana Etika Melakukan Ritus Tapa Brata Yoga Semadi?
Pertama, mulai di hari Minggu (Kajeng Kliwon Pemelastali), sebelum matahari muncul sempurna (nyit surya) melakukan persembahyangan (mapekeling/matur uning) dengan menghaturkan pejati di Sanggah Kemulan dengan permohonan restu dari Bhatara Hyang Guru melakukan tapa brata yoga semadi dan dengan maksud dan tujuan lainnya (personal masing-masing)
Kedua, melakukan brata memutih, mulai dari hari Minggu sampai dengan Sabtu Watugunung.
Ketiga, melakukan proses pembelajaran aksara di ajeng Bhatara Hyang Guru mulai hari Rabu, Kamis, dan Jumat.
Keempat, pada saat hari Sabtu Umanis Watugunung melaksanakan ritus Saraswati dengan natab banten Saraswati. Setelah selesai melakukan ritus natab banten Saraswati dilanjutkan dengan nyimpen brata dan melakukan meditasi dengan tujuan nunggalan (penugrahan Sanghyang Aji Saraswati) dan semua proses pembelajaran selama tujuh hari.
Kelima, di hari Minggu melakukan pengelukatan Banyu Pinaruh dan dilanjutkan dengan ngelebar brata dengan nunas nasi pradnyan dan bungkak nyuh gading.
Demikian sekilas penjelasan makna filosofi dan tatacara pelaksanaan upacara atau ritus tapa brata yoga semadi saat pada saat Wuku Watugunung, dengan puncaknya pada ritus Saraswati yang jatuh pada Sabtu Umanis Watugunung atau yang lumrah dikenal sebagai hari suci Saraswati. (tim/dbc)