NUSA DUA – Bali sebagai salah satu destinasi unggulan Tanah Air diupayakan menjadi pusat pengembangan pendidikan (center of excellence) pariwisata bagi daerah lain. Termasuk dalam pengembangan desa wisata berkualitas dan berkelanjutan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Demikian disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno.
“Bali harus dapat berkembang lebih jauh. Tidak hanya sebagai destinasi, namun juga sebagai center of excellent dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata,” kata Menparekraf dalam acara seminar dan _working group_ bertema “Building World-Class Green and Sustainable Tourism Village for Bali’s Recovery and Transformation through Social Innovation” di Merusaka Hotel, Nusa Dua, Bali, Jumat (23/9/2022).
Bali selama ini memiliki konsep kosmologi Tri Hita Karana yang merupakan falsafah hidup tangguh. Dengan konsep yang dapat melestarikan keanekaragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Konsep tersebut menekankan hubungan antara sesama manusia, alam, dan hubungan dengan Tuhan yang saling terkait satu sama lain.
“Konsep gotong royong dan kelestarian lingkungan atau sustainable ini harus terus kita jaga dan bangun. Terutama di Bali dengan Tri Hita Karana di mana konsep ini erat kaitannya untuk membangun sosial ekonomi,” kata Sandiaga Uno.
Empat Pilar Keberlanjutan
Pandemi Covid-19 telah membuat dunia berada dalam situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Belajar dari pandemi Covid-19, ketidakpastian pada sektor pariwisata mendorong sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk menggeser paradigma pengembangan ke arah keberlanjutan dari segala aspek.
Dalam mewujudkan keberlanjutan, Kemenparekraf/Baparekraf mengembangkan fokus empat pilar keberlanjutan. Pertama, pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata). Kedua, ekonomi berkelanjutan (sosio-ekonomi). Ketiga, keberlanjutan budaya (sustainable culture). Keempat, aspek lingkungan yang berkelanjutan (environment sustainability).
Desa wisata (Dewi), menurut Sandiaga, memiliki kekuatan besar dalam mewujudkan empat pilar pengelolaan berkelanjutan tersebut. Dewi terbukti menjadi salah satu pilar penopang ekonomi masyarakat. Di tengah pandemi, tingkat kunjungan ke desa wisata justru meningkat 300 persen. Hal ini tidak lepas dari daya tarik pariwisata berkualitas dan berkelanjutan dari desa wisata.
Kemenparekraf terus mendorong masyarakat untuk menjadi pelaku utama kegiatan kepariwisataan. Menparekraf mengharapkan seminar dan working group kali ini dapat mendorong pemulihan dan transformasi ekonomi Bali. Serta menciptakan tourism traffic ke Bali khususnya di bagian Bali Utara melalui penguatan dan pengembangan desa wisata.
Mengangkat Aksi-Aksi Lokal
Pengembangan desa wisata itu dalam prinsip kolaborasi ekosistem pariwisata global dan lokal. Inovasi model bisnis dan penciptaan nilai bersama (value co-creation) dengan mengangkat aksi-aksi lokal sebagai pemberdayaan masyarakat dan potensi alam sesuai dengan transformasi kebijakan menuju pariwisata dan ekonomi kreatif yang lebih berkualitas dan berkelanjutan.
Bali Utara memiliki deretan desa wisata. Seperti di Kabupaten Buleleng yang saat ini terdapat 13 desa wisata yang siap untuk dikembangkan. Termasuk dengan mengundang investor dalam dan luar negeri. Antara lain Desa Panji, Desa Sambangan, Desa Wanagiri, Desa Pegadungan, Desa Silangjana, Desa Panji Anom, dan lainnya dengan daya tarik ekowisata juga coral underwater.
“Bali sudah dikenal dengan Desa Penglipuran yang kualitasnya kelas dunia. Kita harapkan dengan pengembangan ini akan menyusul desa-desa wisata lain dari Bali. Bali tidak hanya sebagai episentrum desa wisata, tapi juga harus jadi center of excellence dalam pengelolaan desa wisata,” kata Menparekraf Sandiaga. (dbc)