BULELENG – Tahun 2023, Pemkab Buleleng menargetkan peningkatan sekitar 10% dalam mencatatkan pasien yang terjangkit penyakit tuberkolosis (TBC) dari tahun lalu. Sehingga, pasien yang terjangkit dapat terdeteksi lebih dini dan lebih efektif dalam mencegah tersebarnya ke lebih banyak orang.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, I Gede Artamawan, Selasa (4/7/2023) menjelaskan, penyakit TBC ini fenomenanya seperti gunung es. “Jadi, tidak tahu berapa pastinya jumlah orang yang terkena penyakit ini karena tidak memeriksanya lebih awal. (Fenomena) selama ini, jika sudah parah baru diobati,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun pada tanggal 30 Juni 2023, penanganan tracing jumlah pasien yang terjangkit penyakit TBC sudah mencapai 444 kasus atau dalam persentase 53%. Sedangkan pada tahun lalu target tercapai kasus yang dicatatkan mencapai 66%. Kemudian untuk target yang ingin dicapai pada tahun ini sekitar 70%-80 % kasus yang di-tracing.
“Langkah kita dalam memenuhi target ini, yaitu dengan cara penemuan untuk selanjutnya dilakukan pengobatan kepada pasien. Semakin banyak yang kita temukan, maka semakin banyak orang yang kita selamatkan,” jelas Artamawan.
Metode Penanganan
Artamawan menguraikan, dalam penananganan kasus TBC terdapat 4 metode. Yang pertama yaitu secara pasif, yakni petugas yang ada di fasilitas kesehatan (faskes) hanya melayani pasien rutin dan jika ada yang mengalami gejala langsung dites. Metode kedua, yaitu secara aktif, dengan menindaklanjuti kontak erat dari pasien yang telah diidentifikasi positif. Dalam hal ini menargetkan 20 orang yang harus dites.
Kemudian metode ketiga, yaitu secara masif dengan menggerakkan tes melibatkan kelompok di masyarakat atau instansi pemerintah maupun swasta. Terakhir, metode intensif, dengan menargetkan kelompok masyarakat yang memilihi daya tahan lemah dan memiliki penyakit bawaan yang riskan terjangkit TBC.
“Untuk di Buleleng sendiri pada saat ini sedang fokus dengan tindak aktif dalam melakukan tracing orang terdekat dari pasien yang positif agar mengetahui penyebarannya sejauh mana. Walaupun tes negatif, orang kontak terdekat tersebut tetap mendapat terapi obat, yaitu terapi pencegahan tuberkolosis (TPT). Dengan mengombinasikan beberapa jenis obat yang fokus terhadap pencegahan tertular dari bakteri,” jelasnya.
Jangan Disepelekan
Menurut Artamawan, langkah tracing di Buleleng ini juga didukung oleh pengadaan alat Tes Cepat Molekuler (TCM) yang berjumlah 5 unit. Antara lain berada di RSUD Buleleng sebanyak 2 unit, RS Pratama Tangguwisia 1 unit, RS Pratama Giri Emas 1 unit, dan Puskesmas Gerokgak 1 unit. “TCM fungsinya untuk mengindentifikasi dahak yang memenuhi syarat dan mengetahui hasil positif atau negatif terinfeksi bakteri dari dahak tersebut,” katanya.
Ia pun berharap kesadaran masyarakat agar tidak menyepelekan akan bahaya TBC Sebab, masa inkubasi dari penyakit ini kurang lebih mencapai 5 tahun, yang menyebabkan gejala tidak timbul langsung dan diketahui. Untuk itu, kepada pasien yang sudah terjangkit, dia harus melaksanakan keteraturan meminum obat secara berkelanjutan. Selain juga tetap menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
“Yuk! Masyarakat Buleleng tetap melakukan PHBS dan jika bergejala mengarah ke TBC segera datang ke faskes terdekat, jangan takut!” ajaknya. (dbc)